selamat datang di web magai

Cari dalaman disini

Rabu, 08 Desember 2010

Perayaan Natal Sudah Melenceng

JAYAPURA-Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Pdt Herman Saud MTh, cukup prihatin dengan perayaan Natal beberapa tahun terakhir ini. Pasalnya, Hari Natal yang dirayakan oleh umat Kristiani setiap tahunnya sudah melenceng. Hanya merupakan sesuatu yang dilakukan secara rutin, tradisional dan tidak pernah berubah. Bahkan, menurutnya, makna Natal yang sebenarnya sudah jarang terlihat. Tapi sebaliknya sekarang ini yang menonjol hanyalah sebuah "pesta".


''Selain dengan pesta, juga dikaitkan dengan kepentingan politik, seperti ada yang mengatakan dengan Natal kita sukseskan sesuatu dan macam-macam. Sehingga Natal sudah tidak punya arti lagi. Hanya sebagai sebuah slogan saja. Itu yang saya rasakan sebagai salah satu pemimpin agama di tanah ini,''kata Herman Saud, kepada Cenderawasih Pos, Sabtu.

Lebih lanjut, Natal yang sebenarnya adalah menyambut kedatangan Yesus yang hadir miskin dan sederhana, tetapi berjuang untuk membebaskan manusia dari segala belenggu baik itu sistem yang menindas manusia seperti politik, ekonomi dan sosial budaya serta lainnya. ''Dengan begitu, seharunya dengan Natal kita semua harus berjuang melawan itu semua,''ujarnya.

''Dan kalau saat ini merayakan Natal, maka makna dari Natal itu yaitu kita mengingat Yesus yang dulu dan kita melakukan apa yang sudah dikerjakan oleh Yesus. Hal ini berarti membebaskan manusia dari segala keterbelakangan, keterpurukan, kemiskinan, kemelaratan dan sebagainya. Dan lebih dari pada itu adalah membebaskan manusia dari dosa,''lanjutnya serius.

Membebaskan dosa yang dimaksud Herman Saud yakni dengan memuji dan berdoa kepada Allah. ''Tetapi justru manusia yang Tuhan percayakan kepada kita itu tinggal merana dan hal ini bagi saya adalah satu ukuran yang merupakan satu indikasi bahwa Natal menjadi rutinitas dan menjadi tidak bermakna bagi orang-orang percaya terutama orang Kristen yang merayakan,''tandasnya lagi.

Tentang pesan Natal yang disampaikan kepada umat Kristen, menurut Herman Saud bahwa umat Kristen yang mengerti makna Natal itu yaitu harus memberi damai di bumi. ''Dan itu berarti merayakan Natal dan ikut menciptakan damai itu. Selain itu juga harus memberikan kesejahteraan serta memerangi kemiskinan agar apa yang dirayakan umat itu benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan setiap harinya,''tuturnya.

Sementara itu tentang perayaan Natal yang dilaksanakan sebelum tanggal 25 Desember, menurut Herman Saud, sebenarnya di kalangan umat Katholik sudah mematuhi itu. Hanya di Protestan ini yang tidak mengikuti tradisi gereja tentang perayaan Natal itu. Sehingga, menurut Herman Saud, sebenarnya yang lebih utama bukan masalah harinya perayaan Natal itu, tetapi bagaimana persiapan kita menuju perayaan itu sendiri.

''Dan seringkali kita yang di Protestan itu selalu sibuk dengan perayaan di waktu memasuki hari Natal itu, sehingga memaksa pelayan firman yang sebenarnya diatur sesuai dengan massa Advend itu, namun dipaksanakan untuk di Khotbahkan di Natal. Dan masalah ini sudah berulang kali kami dari pihak gereja menyampaikan itu agar Natal di rayakan setelah tanggal 25 Desember. Karena semuanya itu adalah bagaimana membangun iman dan tidak seenaknya. Karena kalau dilaksanakan sebelum perayaannya, maka makna dari Natal itu sudah tidak ada dan hanya sebagai sebuah pesta saja,''paparnya.

Soal Natal yang dirayakan dengan memberikan bingkisan, hal itu dianggapnya sebagai hal yang bagus. ''Namun sebenarnya itu sama saja, dan tidak ikut menyelesaikan masalah. Dan saat ini umat Kristen di Indonesia merayakan Natal dalam keprihatinan dan tidak menyadari keprihatinan itu. Di satu sisi menjadi suatu hikmat namun di sisi yang lain umat yang merayakan ini menjadi miskin dan melarat. Karena makna Natal itu adalah mengingat kelahiran Yesus itu sampai pada masa hidupnya apa saja yang dilakukan selama itu hingga ia mati di kayu salib,''jelasnya.

KEDATANGAN MEGA KURANG BAGUS

Disinggung soal kedatangan Presiden Megawati untuk merayakan Natal bersama masyarakat Papua umumnya dan Jayapura khususnya, menurut Herman Saud bahwa sebenarnya ini dapat dikatakan sesuatu yang boleh dikatakan terpaksa.

Sebab, menurut Herman Saud, kalau kedatangan Presiden Mega itu sesuatu yang terencana, maka seharusnya beberapa bulan sebelumnya sudah disampaikan, sehingga umat juga siap diskusi dan lain sebagainya. ''Namun ini tiba-tiba, sehingga terpaksa pimpinan gereja juga ikut memberi suara, dan perayaan bersama pemimpin negara adalah merupakan sesuatu yang kurang bagus. Itu menurut hemat saya,''ujarnya.

Dan sebagai salah satu pemimpin agama di Papua ini, ia menilai bahwa sebenarnya membungkus segala kepentingan yang lain dalam perayaan-perayaan keagamaan adalah tidak baik. ''Sebab dengan kepentingan-kepentingan lain, peran agama menjadi tidak bermanfaat lagi untuk memberi dasar dan dorongan yang kuat untuk membangun moral, karena sudah dicampur dengan segala kepentingan yang lain dan orang hanya datang karena itu saja,''paparnya.

Untuk itu kedepan ia berharap kalau sebagai seorang pemimpin bangsa mau ikut perayaan Natal bersama, agar diberitahukan lebih awal dan walaupun ia beragama lain tetapi harus bisa menyesuaikan dengan agama yang dianut oleh warga negara itu. ''Sehingga kami dari kalangan gereja juga kurang setuju, dengan kedatangan ini, sebab dalam keadaan orang sibuk serta lainnya, tetapi kalau diatur dengan baik maka umat juga dikerahkan untuk menyambut pimpinan ini dengan baik juga,''tuturnya. (roy)


email this story to a friend


COMMENTS

by William Sawaki on Tuesday, 24 Dec, 2002, 2:06pm

Kedatangan Megawati Soekarnoputri di Jayapura untuk merayakan Natal bersama rakyat Papua sebenarnya bukan dengan dengan motif keagamaan tetapi lebih banyak muatan politisnya.Secara "sadar"Ibu Mega melaksanakan hal itu dengan maksud meninjak-injak harkat dan martabat rakyat Papua.Kalau beliau benar-benar seorang negarawan berpaham sosialis mengapa sampai teganya melakukan hal itu terhadap warganya sendiri apabila dia masih menganggap orang Papua sebagai warga dalam sistem pemerintahan ala keraton yang sedang dijalankannya itu.
Sebagai rakyat Papua kami menerima kedatanga Ibu Mega untuk merayakan Natal bersama kami sebagai seorang ibunda tetapi kami menolak motivasi bermuatan politis yang ada dalam dada seorang Presiden.
SEMOGA TUHAN ALLAH OURANG PAPUA SENANTIASA MEMBERKATI IBU PRESIDEN DALAM TUGAS DAN TANGGUNGJAWABNYA DALAM MEMIMPIN NEGARA INI KE DEPAN.AMIN

by Waruk on Friday, 27 Dec, 2002, 7:42pm

Komentar bpk herman saud itu sangat tepat. Ngapain ibu Mega dia datang ketika orang Papua Kristen dan non Papua(mulai dari pejabat, pegawai negeri, militer dan polisi sampai masyarakat sedang konsentrasi untuk natal itu sendiri harus berkonsentrasi untuk menyambut kedatangan ibu Mega ke Papua. Sama saja memubasirkan konsentrasi orang Kristen yang lagi siap (dalam suasana hati maupun lingkungan) harus konsentarasi dengan kehadiran Ibu Mega dan tentunya suasana ini berubah dari upacara natal (ritual) menjadi upacata kenegaraan (seremonial kenegaraan). sama saja Ibu Mega tidak menghargai Orang Kristen - seperti kata Pancasila yang dilahirkan oleh Ayahnya). Gus Dur dia datang itu ketika suasana natal sudah selesai - dia masih menghargai agama lain dari pada ibu Mega : Kepentingan Politik.

salam waruk jayapura

by Jacky D. on Sunday, 29 Dec, 2002, 11:19pm

APA ARTINYA ???

Merupakan suatu hal yang mengherankan bahkan menyedihkan perilaku Mega yang "sulit di tebak". Ada apa di balik semua yang dilakukan Mega mengunjungi Papua dan merayakan Natal bersama? Jangan-jangan "ada udang di balik batu".Suatu hal yang benar dan masuk akal apa yang telah dikatakan oleh Bapak Herman Saud, bahwa dengan kunjunagn ibu Mega ke Papua maka makna Natal telah hilang.Mengapa? Yang jelas dan pasti adalah bahwa "natal" telah digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan yang tersembunyi di balik itu.Mana yang terbaik : demi kepentingan politik semata maka hari raya dijadikan sebagai tumbal atau alat untuk mewujudkan kepentingan politik atau hari raya dijalankan sesuai fungsinya (pada tempatnya)? Hal ini merupakan renungan bagi kita semua yang berada di Papua baik pemerintah,masyarakat,tokoh agama,tokoh masyarakat,pemuda dan perempuan. Mengapa kita tidak mau menolak kedatangan Mega ke Papua? Padahal kita tahu bahwa di balik semuanya itu tersembunyi maksud tertentu yang pada akhirnya makna Natal diperkosa.Hal ini kalau berlanjut terus menerus,maka bukan hal yang mustahil lagi kalau hari raya keagamaan di Indonesia dijadikan sebagai ajang perwujudan maksud politik.Kita tahu bahwa politik dan agama adalah dua hal yang berbeda walaupun saling melengkapi,namun kita harus tahu juga bahwa di mana waktu dan tempat yang tepat.Namun sudahlah berlalu semuanya,sekarang yang menjadi "HOME WORK" untuk kita semua adalah apakah kita mau supaya hari raya keagamaan kita jadikan sebagai ajang perwujudan "tujuan politik" yang akhirnya memperkosa kebenaran,keadilan dan kejujuran?? SEMOGA TIDAK !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar