selamat datang di web magai

Cari dalaman disini

Minggu, 28 November 2010

Pilkada Papua Tergantung MA

Jakarta – Kelanjutan pe­milihan umum kepala daerah (pilkada) di Papua akan me­nunggu pendapat hukum Mahkamah Agung (MA) yang sedang dilakukan sebagai kelanjutan dari kesepakatan yang telah dibuat bersama.

Pendapat tersebut disampaikan anggota Komisi Pe­milihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Kamis (6/5). Putu mengatakan, seperti kesepakatan yang telah dibuat oleh KPU, Kementerian Koor­dinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhu­kam), serta pihak Papua, saat ini telah dibentuk tim kecil yang akan meminta pendapat hukum dari MA mengenai surat keputusan yang dike­luarkan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP) Nomor 14 Tahun 2009, yang mensyaratkan kepala daerah di tanah Papua harus orang Papua asli.
“Untuk pilkada di Papua yang telah kami serahkan, KPUD-nya merevisi jadwal penyelenggaraan pilkada, akan menunggu pendapat hukum dari MA mengenai surat Keputusan MRP. Jadi apa pun nanti pendapat hukum yang diberikan oleh MA, itu yang akan kita sebarkan dan kita jalankan,” kata Putu.
Menurut Putu, pendapat hukum yang dikeluarkan oleh MA sangat penting karena akan menjadi sinkronisasi yu­ridis antara dua produk hukum yang berbeda tafsir, yaitu SK MRP Nomor 14 Tahun 2009 dan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua. Dengan demikian, diharapkan gejolak politik yang saat ini muncul di Papua dapat diredam dan pilkada bisa berjalan dengan lancar.
Selain itu, Putu juga meng­ungkapkan, telah menonaktifkan 19 anggota KPUD beberapa daerah di Papua melalui pembentukan Dewan Kehormatan (DK) karena dianggap telah melanggar kode etik dalam menjalankan tugasnya. “Setelah kelompok kerja (pokja) pilkada terbentuk, kami langsung melakukan eva­luasi terhadap seluruh anggota KPUD dan hasilnya, kami telah menonaktifkan 19 anggota KPUD karena kesalahannya dalam menyelenggarakan pe­milu yang lalu dan dianggap tidak pantas untuk menye­rahkan penyelenggaraan pilkada di Papua kepada mereka,” ungkap Putu.

Flores Timur
Sementara itu, untuk ma­salah penyelengaraan pilkada di Flores Timur, anggota KPU lainnya, Andi Nurpati Ba­haruddin, mengatakan, hasil rapat pleno KPU memutuskan untuk meminta KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menunda tahapan pilkada di Flores Timur. Andi menambahkan, hasil pleno KPU juga memutuskan agar KPU Pro­vinsi NTT segera membentuk DK untuk mengklarifikasi adanya pelanggaran kode etik oleh KPUD Flores Timur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
“Kami masih berharap KPUD Flores Timur mau merevisi keputusannya sehingga pilkada akan dapat berjalan dengan baik dan sesuai jadwal. Tetapi karena sampai saat ini KPUD Flores Timur tetap tidak mau merevisi keputusannya, kami meminta KPU Provinsi membentuk DK untuk mengklarifikasi indikasi pelanggaran kode etik dan menunda pilkada,” ungkap Andi.
Hal yang sama juga akan dilakukan kepada KPUD Manado karena KPUD Ma­nado menolak untuk meyelenggarakan pilkada secara serentak dengan daerah lainnya dan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk itu, KPU juga meminta KPU Sulawesi Utara membentuk DK untuk KPU Manado sehingga tidak mengganggu jalannya tahapan pilkada.
“Pendapat KPU sama de­ngan Bawaslu dan Panwaslu Sulut yang menganggap KPUD Manado telah melanggar kode etik dengan menolak menyelenggarakan pilkada serentak di Sulawesi Utara dengan alasan yang tidak jelas dan spesifik,” tutur Andi.(cr-10)

Pansus Pilkada Ngotot Temui Presiden

Ditulis oleh Bela/Papos
Senin, 10 Mei 2010 00:00

JAYAPURA [PAPOS] - Penolakan Pemerintah (Mendagri) terhadap SK MRP Nomor 14 tahun 2009, membuat Panitia Khusus [Pansus] Pemilihan Kepala Daerah [Pilkada] DPRP berencana menemui Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun Pansus Pilkada DPRP sendiri belum menerima tembusan surat Mendagri tersebut, namun Pansus sudah menyusun rencana akan berangkat ke Jakarta.

“Informasi penolakan Mendagri atas SK MRP itu baru ketahui melalui media massa. Kita belum dapat tembusan surat Mendagri tersebut. Jadi kita belum yakin betul SK MRP itu ditolak Mendagri,” kata Ketua Pansus Pilkada DPRP Ruben Magai,S.IP menjawab Papua Pos di Swess-bellHotel. Minggu [9/5] malam.

Namun demikian, kata politisi ulung partai Demokrat Papua ini sekalipun benar Mendagri telah mengeluarkan surat penolakan SK MRP Nomor 14 tahun 2009, Pansul Pilkada ngotot untuk menemui Presiden RI SBY di Jakarta. “ Pansus Pilkada DPRP rencananya minggu ini akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Presiden,” ujarnya.

Ngoto untuk bertemu dengan Presiden, menurut Ruben Magai, demi penyelamatan masa depan Bangsa RI, tidak ada jalan lain selain Pansus Pilkada harus bertemu secara langsung dengan Presiden.

“Kita barusan bicara-bicara dengan pak Menteri Perhubungan Freddy Numberi soal surat penolakan dari Mendagri terkait SK MRP itu. Pak Numberi sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk mempasilitasi Pansus Pilkada DPRP bertemu dengan Mendagri dan Presiden,” ujar Ruben.

“ Tujuan kita bertemu dengan DPRP, bukan hanya sekedar basa-basi, tetapi kami dari Pansus Pilkada akan berjuang sekuat tenaga bagaimana supaya Presiden RI SBY mengeluarkan peraturan pengganti UU [Perpu],” katanya.

Untuk itu, ia meminta kepada semua pihak, khususnya partai politik agar tidak mempolitisir Surat Keputusan [SK] MRP tersebut. Keputusan MRP itu mutlak dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. “ SK itu adalah sebuah proteksi terhadap orang Papua. Oleh karena itu, hak politik Papua harus diberikan kepada orang asli Papua [OAP],” tegasnya.

Karena itu, ia meminta kepada Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat, DPRD Papua Barat dan DPR Papua harus bersatu memperjuangkan SK MRP ini untuk disikapi pemerintah pusat dengan mengeluarkan Perpu sebagai proteksi terhadap hak politik orang Papua.

Tim Pansus Pilkada Papua dibagi dalam dua tim. Tim ini sudah dibagi tugas. Satu untuk melakukan lobi-lobi dengan Fraksi di DPR-RI dan satu lagi tim bertemu dengan DPRD Papua Barat untuk menyatukan visi soal SK MRP tersebut.[bela]

22 Pilkada Papua Terancam Ditunda

(JAKARTA] Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua mengingatkan pemerintah pusat jangan sampai mengabaikan Surat Keputusan (SK) Majelis Rakyat Papua (MRP) No 14 Tahun 2009 tanggal 26 November 2009, tentang syarat kepala daerah, yakni wali kota /wakil walikota serta bupati/wakil bupati harus orang asli Papua.
Wakil Ketua DPR Rakyat Papua Yunus Monda menegaskan, SK MRP No 14/2009 tersebut sebagai amanat langsung UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, yang memberikan kewenangan khusus kepada pemerintah di Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.

SK MRP tersebut bukan diskriminasi, tapi untuk melindungi hak-hak dan harga diri orang Papua, agar bisa menjadi pemimpin di daerahnya. Selama ini, hak-hak orang Papua diinjak-injak, dan sekarang tak boleh lagi terjadi,” kata Yunus didampingi Ketua Komisi A DPR Rakyat Papua, Ruben Magai kepada wartawan, Kamis (13/5) di Jakarta.
Menurut Yunus, SK tersebut sesuai ketentuan UU Otsus dapat dilaksanakan setelah disahkan dalam bentuk peraturan daerah khusus (perdasus) Papua. Salah satu syarat penerbitan perdasus harus ada peraturan pemerintah (PP). Terkait itu, pemerintah diminta segera menerbitkan PP sebagai payung hukum bagi pemerintah dan DPR Papua, untuk menerbitkan Perdasus untuk menjadi pedoman pelaksanaan 22 pemilihan umum kepala daerah (pilkada) 2010-2015 yang mestinya sudah dimulai di provinsi paling timur Indonesia itu.
Tapi, karena pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, tak juga menerbitkan PP yang harus menjadi payung hukum, maka DPR dan KPU setempat telah memutuskan menunda 22 pilkada di daerah itu selama 60 hari, yaitu mulai 27 April - 27 Juni 2010.

Cabut SK
Yunus dan Ruben melihat indikasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, hendak mencabut SK MRP No 14/2009 yang melindungi hak-hak orang Papua tersebut.
“Sekali lagi kami ingatkan pemerintah pusat jangan sampai main-main dengan mau menginjak-injak hak orang Papua berkarya di daerahnya sendiri. UU Otsus Papua diberikan sebagai jalan tengah untuk meredam keinginan kami ingin merdeka. Dan ketika kami mau melaksanakan UU pemberian pemerintah tersebut, kenapa hendak dihalang-halangi lagi? Jangan terus-terusan menyakiti hati orang Papua,” katanya.
Ruben yang juga Ketua Pansus Pilkada Papua mengatakan, terbitnya SK tersebut sesungguhnya sebagai teguran kepada DPR dan pemerintah yang mencoba mengabaikan hak-hak orang Papua [J-11]

PANSUS PEMILUKADA DPRP PAPUA DEMO DI JAKARTA

KASUS SK 14 TAHUN 2009
Rabu, 02 Juni 2010

Terkait SK No 14/2009
Tim Pansus Pemilukada DPRP Demo di Jakarta
Lamadi de Lamato: Segera Gelar Dialog Papua—Jakarta

Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai saat orasi di Kemendagri Jakarta, Selasa (1/6). Mereka mendesak Pusat untuk mengakomodir SK MRP No 14/2009JAYAPURA—-Rupanyayang bisa demo tidak hanya wartawan di Jayapura dan masyarakat, namunwakil rakyat pun bisa demo di Jakarta. Itulah yang dilakukan, sejumlahanggota DPRP yang tergabung dalam Tim Pansus Pemilukada DPRP, mereka menggelar aksi unjuk rasa di Depdagri dan Menkopolhukham, Selasa (1/6),kemarin. Ya, setelah selama sebulan menunggu tanpa kepastian untukmemperjuangkan agar pemerintah pusat di Jakarta mengakomodir SK No14/2009 sebagai payung hukum pelaksanaan Pemilukada di Provins Papua,maka Tim Pansus Pemilukada DPRP didukung seluruh elemen mahasiswa asalPapua Se-Jabotabek, terpaksa menggelar aksi unjukrasa di DepartemenDalam Negeri dan Kantor Menkopolhukham di Jakarta, Selasa (1/6) pukul10.00 WIB.

“Aksi unjukrasa ini merupakan sejarah baru DPRP menggelar aksiunjukrasa di Kantor Depdagri dan Menkopolhukham di Jakarta,” ujar RubenMagay SiP, Ketua Tim Pansus Pemilukada DPRPketika dihubungi BintangPapua via ponselnya di Jakarta, Selasa (1/6) malam. Politisi dariPartai Demokrat ini mengatakan, dalam orasi- orasi politik yangberturut turut disampaikan Yan Ayomi, Hagar Aksamina Maday, Boy MarkusDawir, Nason Uti, Weynand Watori meminta kepada pemerintah pusat, agarjangan mempolitisir SK No 14/2009. Pasalnya, SK No 14/2009 adalahsuatu cara untuk melindungi hak- hak orang asli Papua di bidangpolitik, seperti rekrutmen politik bagi orang asli Papua mampumenduduki jabatan jabatan penting di pemerintahan bukan hanya dipemerintahan provinsi tapi juga bagi pemerintahan di kabupaten/kota diProvinsi Papua. “Pemerintah pusat masa bodoh dengan aspirasi rakyatPapua serta sengaja mempolitisir SK No 14/2009 dengan tuduhan rakyatPapua, apabila SK No 14/2009 diakomodir sebagai payung hukumPemilukada, maka selanjutnya rakyat Papua minta merdeka,” tukas KetuaKomisi A DPRP ini.

Menurut Magay, pihaknya juga akan tetap konsisten untukmemperjuangkan SK No 14/2009 agar pemerintah pusat segera mengeluarkanPerpu untuk payung hukum Pemilukada di Provinsi Papua, sertamenunjukkan kepada rakyat Papua bahwa Tim Pansus Pemilukada DPRP turunke Jakarta hanya untuk memperjuangkan mandat rakyat Papua, yangdituangkan dalam SK No 14/2009 yang mengamanatkan calon bupati/wakilbupati serta bupati/wakil walikota mesti orang asli Papua.
“Kami tak korupsi uang rakyat seperti yang dituduhkan pihak- pihak yang bertanggungjawab selama ini,” tandas Magay.

Secara terpisah, pengamat politik Lamadi de Lamato yang selalusetia mengikuti perjuangan Tim Pansus Pemilukada DPRP di Jakartamenegaskan, aksi unjukrasa ini dilakukan untuk meminta perhatianpemerintah pusat agar segera membuka dialog Papua—Jakarta dimana TimPansus Pemilukada DPRP memberikan toleransi kepada pemerintah pusatuntuk mempercepat pelaksanaan Pemilukada dengan mengakomodir SK No14/2009.
Menurutnya, aksi unjukrasa ini terpaksa dilakukanlantaran Depdagri tak memberikan respons, bahkan mengabaikan kehadiranTim Pansus Pemilukada DPRP. “Secara prosedur Depdagri tidak meresponsSK No 14/2009 terpaksa dilakukan di luar prosedural untuk melakukanaksi unjukrasa seperti ini,” kata Lamadi.
Kehadiran hampir seluruhelemen mahasiswa asal Papua Se-Jabotabek, tambah Lamadi, menunjukkankepedulian mahasiswa terhadap persoalan persoalan yang selama initerjadi di Papua.

Rabu, 24 November 2010

Thomas Gobai Siap Menuju Portugal

Thomas Gobai Siap Menuju Portugal
lWritten by Mr SurosoFriday, 27 August 2010 08:07 -

JAYAPURA – Karateka dari Perguruan Karate Goju Ryu Associantion Karate-do, ThomasGobai dipastikan berlaga di ajang World Goju Ryu Champions di Cascais, Portugal, 23September mendatang. Pria asal Modio, Kabupaten Dogiyai ini akan didampingi Ruben Magai,Vice President Indonesia Goju Ryu Karate Khokay Indonesia Bagian Timur.“Saya akan antar ke Jakarta dan adik Thomas Gobai nanti bergabung dengan peserta dari DKIJaya dan Jawa Barat untuk mengikuti Pelatnas di Bandung sebelum mengikuti kejuaraaninternasional di Portugal,” kata Ruben kepada media ini, Kamis (26/8) kemarin.Thomas sebagai duta Papua yang akan memperkuat tim Indonesia , diharapkan dukungan daripemerintah daerah. “Adik ini sudah berprestasi di beberapa kejuaraan, maka saatnya kitamemberi dukungan penuh,” pintanya.Bagi Thomas, World Goju Ryu Champions di Cascais merupakan ajang bagus untuk meraihjuara seperti yang telah ditorehkan pada tahun 2006. Thomas saat itu mewakili Indonesia diAsia Goju-Kyu Karate-do Open Championship yang berlangsung di Ipoh , Malaysia , meraihmedali perunggu pria kata dan medali perak komite (65 kg).“Target di Prancis tidak muluk-muluk. Ya mudah-mudahan saya bisa bertanding dengan baik,”kata Thomas Gobai.Ia tertarik menekuni olahraga bela diri ini sejak tahun 1994 di Biak . Awalnya Thomas berada diInkado dan telah meraih sabuk kuning. Pria kelahiran 10 Oktober 1982 ini selanjutnya hijrah keNabire masuk Inkai dengan sabuk kuning. Sejak tahun 2000 bergabung di Goju Ryu KarateKhokay di Nabire. Hingga kini dia telah mencapai Dan II Karate. (you)




Judicial Review UU Otsus Terbentur Dana

JAYAPURA—Tersendat sendatnya agenda Judicial Review (Hak Uji Material) terhadap pasal 7 ayat a UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus yang berbunyi gubernur dan wagub Provinsi Papua dipilih DPRP, akibat masih terkendala dana. Padahal pihak DPRP telah menganggarkan sejumlah dana, agar dapat didaftarkan ke Mahkamah Konsitusi. Bahkan hal ini telah ditandatangani bersama tim advokasi untuk dieksekusi. Demikian disampaikan Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai S.IP ketika dihubungi di ruang kerjanya, Jumat (17/9) kemarin. Dikatakannya, sumber dana dapat diambil dari Otsus, DAK, DAU ka yang penting dana. Bagi saya yang penting ada uang saya berangkat karena itu berbicara demi perbaikan sebuah sistim pemerintahan bukan kepentingan pribadi atau untuk membangun sebuah kepentingan di daerah ini. Tapi bagi kepentingan pemerintahan dan rakyat. Apakah Komisi A DPRP telah mengajukan anggaran untuk Judicial Review kepada pihak Pemprov Papua, menurutnya, hal ini merupakan bagian dari program Komisi A DPRP yang membidangi pemerintahan, keamanan dan ketahanan. 
“Itu saya bicara terus menerus untuk memperkuat ketahan negara di Papua. Ketahanan negara itu berbicara dari sudut ari sistim pemerintahan yang kuat dan melekat. Selama ini labil karena sistimnya tak jalan atau dikendalikan oleh sekelompok orang dan orang lain itu hanya duduk diamn dengar karena sistim aturan yang dibuat dalam sebuah sistim itu juga membuat dilema dalam pengambilan sebuah kebijakan daerah,” ucapnya. “Saya tak bicara ada tanggapan atau tidak saya bicara itu bukan kepentingan siapa siapa ini kepentingan rakyat dan negara serta memperkuat eksitensi NKRI di tanah ini. Jadi silakan terjemakan saya sudah sampaikan saya sudah bicarakan lewat mekanisme sudah diketahui publik silakan mau ditanggapi atau tidak. Uang keluar atau tidak bagi saya tak ada persoalan. Yang penting konsep pikiran dan pandangan Ketua Komisi A DPRP saya sudah sampaikan kepada publik.” Dia menambahkan, Judicial Review terhadap UU Otsus sangat krusial bagi penguatan sistim penyelenggaraan pemerintahan di Papua. UU Otsus adalah pintu masuk menuju sistim penyelenggaraan yang benar. Pasalnya, selama ini sistim penyelenggaraan pemerin­tahan tak berjalan sebagaimana mestinya lantaran digunakan UU No 32 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah dan bukan UU No 21 Tahun 2001.“Jadi orang bicara dana Otsus dicairkan triliunan rupiah. Otsus bukan bicara nilai uang tapi Otsus juga bicara pada suatu penataan pemerin­tahan yang baik dan benar. Masyarakat hanya mendengar nilai uangnya tapi bukti pelaksanaan di lapangan juga kabur karena berapa sumber anggaran yang masuk ke Papua itu dicampuradukan,” ucapnya. Karena itu, tambahnya, Judicial Review UU Otsus sangat penting agar pro­ses pengawasan anggaran kedepan khusus untuk dana Otsus itu akan berjalan diawasi oleh DPRP dan rakyat juga dapat menikmati sesuai porsinya. Tapi yang terjadi justru dana dana itu masuk kedalam rekening bupati dan walikota atau lebih banyak digunakan untuk pembiayaan aparatur. Hal ini menyebabkan sistim pengawasan DPRP terhadap eksekutif tak berjalan seperti Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur masih menggunakan UU No 32 Tahun 2008 yang dilaporkan eksekutif kepada DPRD. Kalau menggunakan UU No 21 Tahun 2001 semestinya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) gubernur yang dilaporkan kepada DPRP. (mdc)